Menikah. Semendadak dan sekilat apapun proses menuju pernikahan,
menikah tentu tetap butuh persiapan dan kesiapan ilmu. Saat lajang dulu beragam
teori pernikahan dan rumah tangga kerap mampir dalam pikiran. Kajian-kajian pra
nikah dan madrasah thulabiyah terkait rumah tangga islami hampir tak
terlewatkan. Namanya juga cari ilmu. Apalagi mendengar kisah sukses para
keluarga baik yang baru nikah muda, selalu ikut bahagia sambil berharap segera
ketiban sampur. Kisah keluarga yang sudah hidup puluhan tahun pun tak kalah
menakjubkannya. Bertahan dan terus merawat cinta dalam rumah tangga, alangkah
indahnya.
Setelah melewati berbagai kajian, training, membaca buku-buku (motivasi)
pernikahan sampai mendengar kisah para keluarga tersebut saya mengambil
kesimpulan dengan yakin bahwa SAYA PASTI BISA MENJADI ISTRI SHALIHAH. Lha
wong Cuma taat pada perintah suami, apa susahnya coba?
Sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Asakir dan Abu Nu’aim
menyatakan bawa, “Istri-istri kalian yang menjadi ahli surga, yaitu istri
yang besar cintanya pada suami, melahirkan banyak anak, dan taat penuh pada
suami, yang kalau dimarahi oleh suaminya, ia datang kepadanya dengan meletakkan
tangannya di atas tangan suaminya seraya berkata ‘Saya tak mau makan sebelum
engkau ridha pada saya’”
Nyatanya? Tidak semudah membalik telapak tangan! Taat pada suami
untuk mengandung beragam konsekuensi turunan. Menjadi istri shalihah yang
menyejukkan pandangan sekaligus menenangkan hati sungguh sukar kecuali bagi
para istri yang mau berusaha menggapainya.
***
Pertama mentaati perintah suami.
Seorang istri seyogianya menyenangkan ketika dipandang dan tidak
menolak ketika dimintai bantuan oleh suami. Dalam hal-hal esensial, para istri
cenderung mentaati suami namun mentaati suami dalam perkara sederhana
seringkali sukar dikerjakan. Biasanya kita akan mendapati bahwa para istri
zaman sekarang adalah sosok-sosok yang ngeyel terhadap perkara remeh
temeh. Punya pendapat sendiri dan maunya begitu. Misalkan punya hobi yang suami
kurang suka tapi tetap dipertahankan, punya gamis yang suami kurang sreg
tapi tetap dikenakan, atau malah ngambek ketika diingatkan sesuatu. Yang susah
memang kadang begitu, bukan pada hal-hal esensial tapi hal-hal kecil yang
bagaimanapun bisa mengurangi keharmonisan.
Dalam sebuah kajian seorang akhwat bertanya tentang sikap suaminya
yang ‘merepotkannya’ dengan selalu memintanya mengambilkan sesuatu yang ringan.
Minta ambilin minum, ambilin hp, nyalain lampu sekalian, ambilin buku dll. Kata
sang ustadz, yaah… layani saja. Justru hal-hal seperti itu yang akan
menumbuhkan sakinah, ketenangan dalam rumah tangga. Jadi kalau pada suka
diperlakukan ‘semena-mena’ jadi juru ambil ini itu, nikmati saja kemanjaan
suami. Adakalanya mereka butuh lebih manja dari para istri.
Kedua berdiam diri di rumah dan tidaklah keluar kecuali atas izin
suami.
Perkembangan dan tuntutan zaman yang menempatkan perempuan pada
kemungkinan untuk mengembangkan potensi dan karir di luar rumah tentu bukan hal
baru bagi kita. Kuliah, bekerja ataupun aktivitas sosial lain yang membuat para
istri keluar dari rumah tetap harus berlandaskan pada keridhaan suami, pun jika
peran istri di luar sangat dibutuhkan. Suami memiliki otoritas akan hal ini.
Namun suami yang bijak pun tak lantas mengekang istrinya dari aktivitas sosial
apalagi dakwah. Meski sungguh, dengan taat dan berdiam di rumah saja, istri
sudah pahala akan ketaatannya.
Kalaupun keluar rumah, akan lebih baik jika urusan dalam rumah telah
terpenuhi haknya. Minimal rumah tak berbentuk kapal karam saat ditinggalkan,
atau masakan telah terhidang untuk hari itu. Jika memenuhi standar mengurus
rumah tangga masih kacau saat kita keluar rumah. Mungkin kita perlu lebih
mempertimbangkan banyak hal. Strategi pengaturan waktu dan tenaga sampai
memikirkan ulang kepergian kita.
Ketiga taat pada suami ketika diajak ke ranjang
Nah, untuk tema ini, para istri pasti sudah hafal hadits yang
menyatakan bahwa malaikat akan melaknat istri yang menolak ‘panggilan’ suami
sampai subuh. Kecuali jika istri memiliki udzur seperti sakit dan kelelahan.
Bahkan saat istri sibuk di dapur bukan berarti ia boleh menolak permintaan
suami lho. Terus bagaimana baiknya? Ya, taat saja!
Pasangan suami-istri bisa berkomunikasi lebih terkait ini agar
masing-masing saling mengerti keluangan waktu satu sama lain hingga ibadah akan
terasa lebih indah. Pahala taat karena memenuhi panggilan suami dapat, pahala
sedekah karena ‘beribadah’ insya Allah juga dapat.
Keempat tidak mengizinkan orang lain masuk kecuali diizinkan suami
Para suami adalah makhluk pencemburu, bagaimanapun mereka berusaha
menyembunyikannya dari hadapan istrinya (sementara para istri terang-terangan
cemburu secara berlebihan) maka sudah seharusnya jika kedatangan orang lain
mendapat izin terlebih dulu dari suami, terutama tamu lain jenis. Ini juga
terkait dengan cara para istri membalas sapaan, sms atau obrolan dengan lawan
jenis yang bukan mahramnya.
Istri yang baik tentu tak membiarkan suaminya larut dengan
kekhawatiran dan cemburu hingga memilih taat dan tidak membuka peluang
munculnya hal-hal yang berlebihan dalam interaksinya.
Kelima tidak berpuasa sunah kecuali atas izin suami
Ini terkait dengan hak suami atas istrinya. Suami memiliki hak
untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap hari. Maka menunaikan hak suami
lebih utama daripada menjalankan kebaikan yang sifatnya sunah.
***
Well, sampai sekarang saya masih suka baca buku-buku tentang
pernikahan. Ini itu yang sudah tahu pun ketika dibaca lagi menimbulkan semangat
untuk mengaplikasikannya lagi. Usai membaca tentang kewajiban istri, jadi lebih
semangat berbenah ketika di rumah. Merawat agar tetap segar dan menarik saat di
rumah, disukai suami, dapat pahala pula.
Tidak ada salahnya juga baca bareng suami, lebih romantis malah.
Saya suka membacakan beberapa hal yang menurut saya penting pada suami, baru
deh dia mau ikutan baca kalau tahu ada yang penting. Atau menghadiri kajian
tantang rumah tangga bersama-sama. Meski kadang, kami suka saling tuding saat
mendengarkan kajian bersama. Saat suami yang sedang dibicarakan, saya dengan
semangat bilang “Tuuuh…”, suami juga gitu. Atau saat peran suami sedang
dipuji-puji, suami yang jumawa sambil bilang “Tuuuh…kaan…”
Bagaimanapun, itu semua mengasyikkan. Lebih afdhal lagi kalau ilmu
yang sudah kita pelajari kita aplikasikan dengan menurunkan derajat kengeyelan
dan saling mengalah untuk kebaikan bersama. Insya Allah akan lebih indah.
Ketaatan seorang istri pada suami termasuk sebab yang
menyebabkannya masuk surga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan
(di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan
zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang
memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang
engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).
sumber : dakwatuna.com
0 komentar:
Posting Komentar