http://4.bp.blogspot.com/-MjpxfO6YxxI/Uos2MrQm8BI/AAAAAAAAAKQ/CYdQ_Twe_bA/s1600/996048_722726271088205_732148940_n.jpg Mei 2017 ~ Ir. H. Endrizal Nazar

Kamis, 04 Mei 2017

Harap Bersabar Ini Ujian

Kini giliran siswa SMP yang mengikuti UNBK. Meski pelaksanaan UNBK baru dilaksanakan dalam waktu 2 hari, namun evaluasi sudah banyak berdatangan dari pihak-pihak terkait. Hal itu disampaikan pada siaran langsung inews Jabar di inews TV, Rabu (3/5).
Pelaksanaan UNBK tingkat SMP kali ini diikuti oleh 214 sekolah, 111 sekolah mandiri dan 113 sekolah menumpang. Hanya 24 sekolah yang belum melaksanakan UNBK. Demikian yang dipaparkan Bambang, Kepala Seksi Kurikulum SMP Dinas Pendidikan Kota Bandung.
UNBK pertama kali dicanangkan pada tahun 2014 dan terjadi peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas dari tahun ke tahun. Apalagi dengan dipermudahnya UNBK, jumlah sekolah yang mendaftar pun membludak. Hal itulah yang diamati oleh Irianto, Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Bandung.
Sementara Endrizal selaku Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung, menangkap beberapa kendala UNBK; dari mulai persiapan yang belum matang sehingga ada sekolah yang meminjam kepada orang tua, sampai beban psikologis yang ditanggung siswa.
Di lapangan sendiri, Irianto menemukan ada sekolah yang jaringan listriknya tidak kuat sampai terbakar. Meski hal ini cepat diatasi setelah petugas PLN menanganinya. Selain itu ditemukannya pungutan sebesar Rp 10,000 meskipun sekolah tersebut menumpang. Inilah yang akhirnya menjadi beban orangtua, selain tentunya beban psikologis yang ditanggung siswa. Sehingga Irianto menegaskan agar kementerian melakukan revisi peraturan pemerintah, kalau memang belum siap jangan dipaksakan. Jangan seperti uji coba kurikulum.
Problem lain yang ditangkap oleh Endrizal ialah dengan adanya UNBK akan terjadi kesulitan menemukan substansi apa yang diujikan serta kesulitan dalam mentransformasikan jawaban ke komputer. Sehingga Endrizal memberikan saran agar UNBK ke depannya diperiksa infrastrukturnya terlebih dahulu secara bertahap tapi signifikan, baik kesiapan orangtua dan siswa maupun keterlibatan sekolah. Karena tidak hanya beban psikologis saja, ada faktor lain seperti kelelahan menatap layar. Beberapa orangtua siswa pun sampai ada yang membuat forum orangtua dan ingin melaksanakan demonstrasi agar tidak dilaksanakan UNBK karena anak-anaknya menjadi stres. Selain itu kasus insidental seperti komputer yang ngehang atau aplikasi yang secara tidak sengaja terlogout sebagai penentu hasil merupakan kendala-kendala teknis yang harus ditangani oleh penyelenggara.
Dinas Pendidikan memberikan sanggahan bahwa tidak ada paksaan yang penting berbasiskan kejujuran, lagipula Bandung merupakan pionir pembelajaran online. Beberapa sekolah saja sebagai latihan pra UNBKnya sudah melaksanakan try out/ujian dalam jaringan. Untuk pelaksanaan di hari H pun sudah dipersiapkan 100 help desk (tim IT), pemantauan bahkan sudah dilakukan setiap harinya dengan 25 orang per wilayah. Sosialisasi juga sudah dilakukan jauh-jauh hari ke orangtua siswa. Dinas Pendidikan pun akan melaksanakan langsung sidak ke lapangan apabila terjadi masalah.
Secara keseluruhan masing-masing pihak sangat mendukung dilaksanakannya UNBK, hanya untuk persiapan di tahun 2018 harus dilaksanakan verifikasi sehingga lebih selektif lagi. Terlebih lagi UNBK ini meminimalisir terjadinya kecurangan.

Selasa, 02 Mei 2017

Beginilah Realita Pendidikan Kita

Sebuah Catatan di Hari Pendidikan Nasional

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang biasa diperingati setiap tanggal 2 Mei menjadi sebuah refleksi bagi kalangan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan bahwa pendidikan harus terus berkembang. Sehingga Hardiknas tidak hanya menjadi sebuah seremoni, dimana upacara menjadi kegiatan wajibnya tanpa ada perubahan atau makna apapun yang didapatkan. Terlebih lagi ketika berkaca pada pendidikan di Indonesia.

Sebagai contoh, Ujian Nasional (UN) tingkat SMP yang sedang berlangsung pada pekan ini. Apakah UN SMP akan mengulang kembali sejarah UN SMA? Dimana ketidakjujuran menjadi hal yang sudah sangat biasa.

Mengenai hal ini Endrizal Nazar memberikan catatan:
Dengan adanya ketidakjujuran saat UN, berarti pendidikan karakter belum sepenuhnya berhasil dan kalau dilihat dari muatan pendidikan yang lebih menekankan pada aspek kognitif daripada afektif. Apalagi pendidikan agama yang hanya 2 jam pelajaran per pekan dalam bentuk hafalan dan pengetahuan semata, kurang aspek penghayatan dan pengalaman. Walaupun sebenarnya hal ini agak terbantu dengan kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) yang lebih mengajak siswa menyadari keislamannya dan latihan beramal. Sayangnya yang mengikuti Rohis hanya sedikit dibandingkan jumlah keseluruhan siswa. Terlebih dengan kebijakan UN yang menekankan pada nilai capaian kuantitatif menyebabkan siswa berlomba untuk mencapai nilai terbaik walaupun terkadang dengan jalan yang tidak baik.

Endrizal juga menambahkan:
Hal tersebut tidak bisa diatasi dengan kebijakan revolusi mental. Karena yang namanya revolusi bersifat cepat dan seketika, sementara pembentukan karakter membutuhkan waktu yang panjang, dari sejak kelahiran hingga mereka berusia dewasa. Itu pun tidak hanya membutuhkan peran serta sekolah, tetapi juga membutuhan peran serta keluarga dan masyarakat.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan