http://4.bp.blogspot.com/-MjpxfO6YxxI/Uos2MrQm8BI/AAAAAAAAAKQ/CYdQ_Twe_bA/s1600/996048_722726271088205_732148940_n.jpg Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Kota Bandung Tahun 2015 ~ Ir. H. Endrizal Nazar

Selasa, 09 Februari 2016

Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Kota Bandung Tahun 2015


Visi kota Bandung yaitu terwujudnya Kota Bandung yang Nyaman, Unggul, dan Sejahtera. Keunggulan bisa dipotret dari kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang dihitung berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu parameter IPM adalah Indeks Pendidikan. Hal ini diungkapkan oleh Ir. Endrizal Nazar (Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung) dalam acara Bincang Pagi Bandung Juara LITA FM pada hari Selasa, 2 Februari 2016 yang lalu. Endrizal menambahkan, dua hal utama yang menjadi tugas DPRD adalah merumuskan   kebijakan (Perda) pendidikan dan mengalokasikan anggarannya. Sementara itu kendala yang terjadi berupa belum terpenuhinya kuantitas dan kualitas SDM pendidikan, keterbatasan anggaran, sarana dan prasarana yang masih terbatas, serta belum transparannya anggaran pendidikan di satuan pendidikan (sekolah)
Keterbatasan anggaran karena harus berbagi dengan sektor lain seperti kesehatan, kebinamargaan (infrastruktur) yang juga membutuhkan anggaran yang besar. Berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Di kota Bandung anggaran pendidikan sudah mencapai 35% dari APBD, tambah Dr. Elih Sudiapermana, M.Pd selaku kepala Dinas Pendidikan kota Bandung. Tapi anggaran ini sebagian besar tersedot untuk gaji guru. Dinas beserta DPRD menargetkan kualitas pendidikan untuk tahun 2016 ini dapat ditingkatkan. Salah satu hal yang difokuskan ialah akses bersekolah untuk warga miskin. Saat ini rata-rata lama sekolah (RLS) Kota Bandung baru 10,86 tahun, sementara target yang ingin dicapai tahun 2018 adalah 12 tahun. Selain itu masih ada dana yang dipungut sekolah dari masyarakat, baik swasta maupun negeri yang pengelolaan dan pelaporannya belum transparan. Walaupun Kota Bandung sudah membebaskan (menggratiskan) warga miskin untuk menempuh pendidikan sampai tingkat menengah (12 tahun) kenyataannya mash ada warga miskin yang tidak bersekolah. Mereka yang tidak bersekolah ini ada yang sudah bekerja atau menjadi anak jalanan (‘dipaksa’ mengemis). Kurangnya informasi/akses tentang sekolah gratis serta tuntutan ekonomi keluarga menyebabkan mereka tidak melanjutkan sekolah.
Untuk mencapai target RLS 12 tahun di atas, pemkot melalui dinas pendidikan melaksanakan kebijakan afirmasi. Afirmasi yang akan dilakukan terhadap warga miskin ini ialah sekolah gratis dengan dicarikan lokasi yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Pemerintah sendiri sudah menganggarkan dana untuk pendidikan sebesar 105 M, baik berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari APBN, BOS Propinsi, maupun anggaran dari APBD kota. Permasalahan dinas selanjutnya ialah penanganan kelompok berkebutuhan khusus.
Ada tiga kebijakan pada tahun 2016 yang akan dilakukan oleh Dinas Pendidikan, yaitu kebijakan akses, kebijakan mutu, dan kebijakan peningkatan tata kelola. Kebijakan akses disini lebih difokuskan untuk yang rentan, yaitu warga miskin. Sementara permasalahan dalam kebijakan mutu ialah masyarakat yang mengkotak-kotakkan sekolah berdasarkan sekolah favorit dan tidak favorit. Padahal berbeda antara sekolah favorit dengan sekolah unggul. Sekolah favorit biasanya sekolah yang dipilih oleh mayoritas masyarakat karena hasil UN tertinggi. Sehingga masyarakat lebih memilih sekolah berdasarkan pilihan bukan karena potensi. Padahal masing-masing sekolah memiliki keunggulannya tersendiri. Karena guru berkualitas pun tidak dinilai dari berada di sekolah favorit atau tidak. Saat ini pun dinas sedang menunggu hasil Uji Kompetensi Guru (UKG), ujar Elih.
Dalam hal kebijakan peningkatan tata kelola fokus terbagi menjadi dua, melalui pendekatan karakter Bandung masagi dan literasi sekolah. Pendidikan karakter Bandung masagi ini meliputi bidang agama, kesundaan, bela negara dan cinta tanah air, serta lingkungan. Program-program ini sudah dapat dilihat dengan adanya sekolah-sekolah yang mengaji terlebih dahulu sebelum memulai kegiatan belajar mengajar, Rebo Nyunda, Gerakan Pungut Sampah (GPS), dan lain-lain. Hasil yang sudah dirasakan dengan adanya adiwiyata di 24 sekolah.
Untuk literasi sekolah mengapa perlu ditingkatkan? Karena siswa sudah bisa membaca, bisa menulis namun ketika diminta mengungkapkan pendapat akan sangat sulit. Terlihat dalam pengerjaan soal. Siswa lebih menyenangi mengerjakan soal yang pendek daripada yang panjang. Bahkan, ketika melihat soal yang panjang minat membacanya sudah berkurang apalagi mengerjakan. Jangankan menjawab soal yang panjang, ketika siswa disodori buku bacaan yang tebal langsung mengeluh dengan tebalnya halaman. Selain itu kecepatan membaca siswa di kota Bandung juga masih sangat kurang dinilai per kategori usia.
Permasalahan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) yang terjadi kemarin pun menjadi hal yang dievaluasi. Permasalahan tersebut terjadi dikarenakan pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) melebihi kuota sekolah negeri tetapi semuanya diterima. Hal ini menyebabkan yang miskin tidak memiliki daya juang, karena sudah merasa aman dengan memiliki SKTM atau Kartu Indonesia Pintar. Sehingga untuk ke depannya data kemiskinan akan dievaluasi kembali untuk mengecek apakah warga miskin tersebut betul-betul miskin. (Hafizhotunnisa Ishmatullah)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan