Unit
Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menjadikan
penyerapan anggaran sebagai salah satu komponen penilaian kinerja kementrian. Karena
menjadi salah satu indikator kinerja, maka pada triwulan terakhir akan terjadi
lonjakan penggunaan anggaran. Lonjakan penggunaan anggaran dalam waktu singkat
ini (3 bulan terakhir) tentu rentan terhadap penyimpangan baik dari aspek
keuangan maupun kualitas pekerjaan. Kondisi ini diperparah dengan musim hujan
akhir tahun yang berpotensi besar merusak proyek infrastruktur karena terendam
dan terkikis banjir yang sudah menjadi fenomena musim hujan di Indonesia. Akibatnya
umur infrastruktur menjadi lebih pendek bahkan tidak jarang baru dibangun sudah
rusak dan jelas ini sangat merugikan masyarakat. Anggaran akan tersedot untuk
memperbaiki infrastruktur yang rusak tersebut padahal semestinya bisa digunakan
untuk perluasan infrastruktur yang ada maupun untuk sektor-sektor lain. Dari
aspek perencanaan jangka menengah (5 tahunan) capaian pembangunan sulit terwujud
karena tidak terjadi penambahan capaian kuantitatif maupun kualitatif tahunan
yang terakumulasi dalam 5 tahun.
Jika
kita mencermati realiasi Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), rendahnya
penyerapan anggaran tidak hanya terjadi dipusat namun juga di daerah. Akibatnya
triwulan keempat kegiatan pemerintahan menjadi sangat padat, sehingga
mengesankan pemerintah sedang menghabiskan anggaran seperti banyak anggapan
selama ini. Lantas apa yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penyerapan anggaran
ini ? Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab, diantaranya :
Pertama,
keterlambatan pengesahan dan penyelesaian dokumen pelaksanaan anggaran. Banyak
daerah yang pengesahan APBDnya sudah masuk ke tahun berjalan yang harusnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku disahkan pada awal Desember tahun
sebelumnya. Keterlambatan ini jelas berdampak pada penyelesaian dokumen
pelaksanaan anggaran yang menjadi syarat pencairan anggaran. Akibatnya 3 bulan
pertama (triwulan 1) hanya digunakan untuk penyelesaian dokumen penganggaran
diinternal pemerintahan, 3 bulan kedua (triwulan 2) proses administrasi dan
lelang pekerjaan, sehingga kegiatan baru bisa dimulai pada triwulan ketiga
Kedua,
pendapatan dalam APBN maupun APBD bersifat proyeksi dan masuk ke kas negara/daerah
secara bertahap dari setoran pajak maupun sumber lain. Kecendrungan pemasukan
selama ini umumnya kecil di awal tahun dan besar menjelang akhir tahun. Dengan
pertimbangan ini belanja dalam APBN dan APBD yang bersentuhan langsung dengan
kepentingan rakyat biasanya dialokasikan pada triwulan 3 dan 4 karena
pendapatan awal tahun lebih banyak dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan gaji
dan operasional pemerintahan.
Ketiga,
adanya kegiatan yang masih menunggu payung hukum sementara anggaran sudah
dialokasikan. Sebuah kebijakan setingkat Undang Undang atau Perda selalu
membutuhkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk
implementasinya. Penataan PKL sebagai contoh, walaupun sudah ada Perdanya,
terkendala implementasinya karena belum selesainya Perkada sebagai acuan teknis
pelaksanaan di lapangan. Akibatnya alokasi anggaran penataan dan penertiban PKL
tidak bisa digunakan.
Keempat,
tidak tercapainya kesepakatan harga dengan masyarakat berkaitan dengan
pembebasan lahan untuk program pembangunan. Banyak anggaran pembebasan lahan
yang akhirnya menjadi saldo lebih perhitungan anggaran (silpa) diakhir tahun
karena gagalnya negosiasi harga lahan (tanah) yang diperlukan untuk
infrastruktur. Penyerapan anggaran akan semakin rendah jika kegiatan yang berkaitan
dengan lahan yang dibebaskan juga sudah dianggarkan.
Rendahnya
penyerapan anggaran tentu tidak dimaknai dengan memaksakan anggaran harus habis
di akhir tahun kalau memang akan berdampak pada penyimpangan karena lemahnya
pengawasan akibat terbatasnya waktu dan banyaknya kegiatan. Alih-alih
meningkatkan kinerja pembangunan, penggunaan anggaran secara besar-besaran
diakhir tahun berpeluang besar jadi bancakan pihak-pihak tertentu dan kegiatan
yang dihasilkan berkualitas rendah. Apalagi ukuran kinerja tidak sebatas
penggunaan anggaran tetapi yang lebih mendasar sejauh mana keberhasilan
(outcome) sebuah kegiatan dan manfaatnya bagi masyarakat. Oleh karenanya ada
beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari rendahnya penyerapan
anggaran, yaitu :
Pertama,
legislatif dan eksekutif harus taat asas dalam penyusunan, pembahasan, dan
pengesahan anggaran. Salah satu kelemahan yang terus berulang setiap tahun
yaitu keterlambatan dalam proses penganggaran. Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebagai kerangka penyusunan
RAPBD yang seharusnya disepakati Kepala Daerah dan DPRD paling lambat akhir
bulan Juli kenyataannya bulan Oktober baru mulai dibahas. Dampaknya tentu saja molornya penyusunan dan
pembahasan RAPBD. DPRD dengan fungsi pengawasannya harus berani mengingatkan
dan meminta Kepala Daerah agar mengikuti alur penganggaran dengan tepat waktu. Ketiadaan
sanksi dalam peraturan perundang-undangan bagi daerah yang terlambat pengesahan
APBDnya menjadi faktor dominan banyak daerah malas menyelesaikan APBD tepat
waktu. Ada wacana dari Kementrian Keuangan akan memotong Dana Alokasi Umum
(DAU) bagi daerah yang terlambat pengesahan APBDnya. Namun kalaupun
direalisasikan sanksi ini tentunya yang rugi masyarakat karena biasanya Pemerintah
Daerah akan mengurangi porsi belanja untuk kepentingan masyarakat bukan belanja
untuk aparatur pemerintahan.
Kedua,
dengan kecendrungan pemasukan lebih kecil diawal tahun perlu skala prioritas
dalam pencairan anggaran. Pencairan belanja kegiatan untuk publik lebih
diprioritaskan dibanding belanja untuk kepentingan penyelenggara pemerintahan. Pembangunan/perbaikan
infrastruktur anggarannya lebih dulu dicairkan sebelum pembelian kendaraan
dinas dan pembelian perangkat penunjang kerja aparatur pemerintahan. Biasanya
kendaraan maupun perangkat penunjang yang lama masih bisa digunakan sehingga
tidak terlalu mendesak untuk segera diganti.
Ketiga,
kegiatan yang membutuhkan payung hukum dahulu harus diselesaikan terlebih
dahulu payung hukumnya sebelum dialokasikan anggarannya. Dituntut keseriusan
eksekutif untuk menindaklanjuti setiap peraturan perundangan dalam bentuk
peraturan pelaksanaannya. Banyak perda yang mandul karena penyelesaian
perkadanya terkatung-katung. Disisi lain peraturan perundangan yang dihasilkan
jangan terlalu banyak menuntut adanya peraturan pelaksanaan sehingga beban
eksekutif untuk menyusun peraturan teknis tidak menyita waktu.
Keempat, negosiasi harga
lahan harus dituntaskan sebelum anggarannya dialokasikan. Tim pembebasan lahan
juga harus mampu menganalisis perkembangan harga sehingga anggaran yang
dialokasikan memenuhi kebutuhan. Disamping itu untuk lahan sengketa sebaiknya
tidak mudah mengalokasikan anggaran sebelum sengketanya dituntaskan.by Endrizal Nazar
0 komentar:
Posting Komentar