http://4.bp.blogspot.com/-MjpxfO6YxxI/Uos2MrQm8BI/AAAAAAAAAKQ/CYdQ_Twe_bA/s1600/996048_722726271088205_732148940_n.jpg KINERJA PENGGUNAAN ANGGARAN ~ Ir. H. Endrizal Nazar

Minggu, 08 Desember 2013

KINERJA PENGGUNAAN ANGGARAN



Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menjadikan penyerapan anggaran sebagai salah satu komponen penilaian kinerja kementrian. Karena menjadi salah satu indikator kinerja, maka pada triwulan terakhir akan terjadi lonjakan penggunaan anggaran. Lonjakan penggunaan anggaran dalam waktu singkat ini (3 bulan terakhir) tentu rentan terhadap penyimpangan baik dari aspek keuangan maupun kualitas pekerjaan. Kondisi ini diperparah dengan musim hujan akhir tahun yang berpotensi besar merusak proyek infrastruktur karena terendam dan terkikis banjir yang sudah menjadi fenomena musim hujan di Indonesia. Akibatnya umur infrastruktur menjadi lebih pendek bahkan tidak jarang baru dibangun sudah rusak dan jelas ini sangat merugikan masyarakat. Anggaran akan tersedot untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak tersebut padahal semestinya bisa digunakan untuk perluasan infrastruktur yang ada maupun untuk sektor-sektor lain. Dari aspek perencanaan jangka menengah (5 tahunan) capaian pembangunan sulit terwujud karena tidak terjadi penambahan capaian kuantitatif maupun kualitatif tahunan yang terakumulasi dalam 5 tahun.

Jika kita mencermati realiasi Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), rendahnya penyerapan anggaran tidak hanya terjadi dipusat namun juga di daerah. Akibatnya triwulan keempat kegiatan pemerintahan menjadi sangat padat, sehingga mengesankan pemerintah sedang menghabiskan anggaran seperti banyak anggapan selama ini. Lantas apa yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penyerapan anggaran ini ? Ada beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab, diantaranya :

Pertama, keterlambatan pengesahan dan penyelesaian dokumen pelaksanaan anggaran. Banyak daerah yang pengesahan APBDnya sudah masuk ke tahun berjalan yang harusnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku disahkan pada awal Desember tahun sebelumnya. Keterlambatan ini jelas berdampak pada penyelesaian dokumen pelaksanaan anggaran yang menjadi syarat pencairan anggaran. Akibatnya 3 bulan pertama (triwulan 1) hanya digunakan untuk penyelesaian dokumen penganggaran diinternal pemerintahan, 3 bulan kedua (triwulan 2) proses administrasi dan lelang pekerjaan, sehingga kegiatan baru bisa dimulai pada triwulan ketiga

Kedua, pendapatan dalam APBN maupun APBD bersifat proyeksi dan masuk ke kas negara/daerah secara bertahap dari setoran pajak maupun sumber lain. Kecendrungan pemasukan selama ini umumnya kecil di awal tahun dan besar menjelang akhir tahun. Dengan pertimbangan ini belanja dalam APBN dan APBD yang bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat biasanya dialokasikan pada triwulan 3 dan 4 karena pendapatan awal tahun lebih banyak dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan gaji dan operasional pemerintahan.

Ketiga, adanya kegiatan yang masih menunggu payung hukum sementara anggaran sudah dialokasikan. Sebuah kebijakan setingkat Undang Undang atau Perda selalu membutuhkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) untuk implementasinya. Penataan PKL sebagai contoh, walaupun sudah ada Perdanya, terkendala implementasinya karena belum selesainya Perkada sebagai acuan teknis pelaksanaan di lapangan. Akibatnya alokasi anggaran penataan dan penertiban PKL tidak bisa digunakan.

Keempat, tidak tercapainya kesepakatan harga dengan masyarakat berkaitan dengan pembebasan lahan untuk program pembangunan. Banyak anggaran pembebasan lahan yang akhirnya menjadi saldo lebih perhitungan anggaran (silpa) diakhir tahun karena gagalnya negosiasi harga lahan (tanah) yang diperlukan untuk infrastruktur. Penyerapan anggaran akan semakin rendah jika kegiatan yang berkaitan dengan lahan yang dibebaskan juga sudah dianggarkan.

Rendahnya penyerapan anggaran tentu tidak dimaknai dengan memaksakan anggaran harus habis di akhir tahun kalau memang akan berdampak pada penyimpangan karena lemahnya pengawasan akibat terbatasnya waktu dan banyaknya kegiatan. Alih-alih meningkatkan kinerja pembangunan, penggunaan anggaran secara besar-besaran diakhir tahun berpeluang besar jadi bancakan pihak-pihak tertentu dan kegiatan yang dihasilkan berkualitas rendah. Apalagi ukuran kinerja tidak sebatas penggunaan anggaran tetapi yang lebih mendasar sejauh mana keberhasilan (outcome) sebuah kegiatan dan manfaatnya bagi masyarakat. Oleh karenanya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari rendahnya penyerapan anggaran, yaitu :

Pertama, legislatif dan eksekutif harus taat asas dalam penyusunan, pembahasan, dan pengesahan anggaran. Salah satu kelemahan yang terus berulang setiap tahun yaitu keterlambatan dalam proses penganggaran. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebagai kerangka penyusunan RAPBD yang seharusnya disepakati Kepala Daerah dan DPRD paling lambat akhir bulan Juli kenyataannya bulan Oktober baru mulai dibahas.  Dampaknya tentu saja molornya penyusunan dan pembahasan RAPBD. DPRD dengan fungsi pengawasannya harus berani mengingatkan dan meminta Kepala Daerah agar mengikuti alur penganggaran dengan tepat waktu. Ketiadaan sanksi dalam peraturan perundang-undangan bagi daerah yang terlambat pengesahan APBDnya menjadi faktor dominan banyak daerah malas menyelesaikan APBD tepat waktu. Ada wacana dari Kementrian Keuangan akan memotong Dana Alokasi Umum (DAU) bagi daerah yang terlambat pengesahan APBDnya. Namun kalaupun direalisasikan sanksi ini tentunya yang rugi masyarakat karena biasanya Pemerintah Daerah akan mengurangi porsi belanja untuk kepentingan masyarakat bukan belanja untuk aparatur pemerintahan.

Kedua, dengan kecendrungan pemasukan lebih kecil diawal tahun perlu skala prioritas dalam pencairan anggaran. Pencairan belanja kegiatan untuk publik lebih diprioritaskan dibanding belanja untuk kepentingan penyelenggara pemerintahan. Pembangunan/perbaikan infrastruktur anggarannya lebih dulu dicairkan sebelum pembelian kendaraan dinas dan pembelian perangkat penunjang kerja aparatur pemerintahan. Biasanya kendaraan maupun perangkat penunjang yang lama masih bisa digunakan sehingga tidak terlalu mendesak untuk segera diganti.

Ketiga, kegiatan yang membutuhkan payung hukum dahulu harus diselesaikan terlebih dahulu payung hukumnya sebelum dialokasikan anggarannya. Dituntut keseriusan eksekutif untuk menindaklanjuti setiap peraturan perundangan dalam bentuk peraturan pelaksanaannya. Banyak perda yang mandul karena penyelesaian perkadanya terkatung-katung. Disisi lain peraturan perundangan yang dihasilkan jangan terlalu banyak menuntut adanya peraturan pelaksanaan sehingga beban eksekutif untuk menyusun peraturan teknis tidak menyita waktu.
Keempat, negosiasi harga lahan harus dituntaskan sebelum anggarannya dialokasikan. Tim pembebasan lahan juga harus mampu menganalisis perkembangan harga sehingga anggaran yang dialokasikan memenuhi kebutuhan. Disamping itu untuk lahan sengketa sebaiknya tidak mudah mengalokasikan anggaran sebelum sengketanya dituntaskan.

by Endrizal Nazar

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan