Sebuah Catatan di Hari Pendidikan Nasional
Hari
Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang biasa diperingati setiap tanggal 2
Mei menjadi sebuah refleksi bagi kalangan yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan bahwa pendidikan harus terus berkembang. Sehingga Hardiknas
tidak hanya menjadi sebuah seremoni, dimana upacara menjadi kegiatan
wajibnya tanpa ada perubahan atau makna apapun yang didapatkan. Terlebih
lagi ketika berkaca pada pendidikan di Indonesia.
Sebagai
contoh, Ujian Nasional (UN) tingkat SMP yang sedang berlangsung pada
pekan ini. Apakah UN SMP akan mengulang kembali sejarah UN SMA? Dimana
ketidakjujuran menjadi hal yang sudah sangat biasa.
Mengenai hal ini Endrizal Nazar memberikan catatan:
Dengan
adanya ketidakjujuran saat UN, berarti pendidikan karakter belum
sepenuhnya berhasil dan kalau dilihat dari muatan pendidikan yang lebih
menekankan pada aspek kognitif daripada afektif. Apalagi pendidikan
agama yang hanya 2 jam pelajaran per pekan dalam bentuk hafalan dan
pengetahuan semata, kurang aspek penghayatan dan pengalaman. Walaupun
sebenarnya hal ini agak terbantu dengan kegiatan Kerohanian Islam
(Rohis) yang lebih mengajak siswa menyadari keislamannya dan latihan
beramal. Sayangnya yang mengikuti Rohis hanya sedikit dibandingkan
jumlah keseluruhan siswa. Terlebih dengan kebijakan UN yang menekankan
pada nilai capaian kuantitatif menyebabkan siswa berlomba untuk mencapai
nilai terbaik walaupun terkadang dengan jalan yang tidak baik.
Endrizal juga menambahkan:
Hal
tersebut tidak bisa diatasi dengan kebijakan revolusi mental. Karena
yang namanya revolusi bersifat cepat dan seketika, sementara pembentukan
karakter membutuhkan waktu yang panjang, dari sejak kelahiran hingga
mereka berusia dewasa. Itu pun tidak hanya membutuhkan peran serta
sekolah, tetapi juga membutuhan peran serta keluarga dan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar